Pertanyaan mirip dengan ini pernah ditanyakan ke Ulama di zaman ini yakni Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Beliau ditanya Bagaimana cara membedakan sesuatu yang menimpa kita apakah itu Azab ataukah Cobaan dari Allah?
Maka Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah:
“Allah menguji para hamba-Nya dengan kesenangan dan penderitaan, kesempitan dan kelapangan.
Allah terkadang mengujinya untuk mengangkat derajat, meninggikan nama, dan melipatgandakan pahala mereka, seperti yang Ia lakukan terhadap para nabi, rasul, dan hamba-Nya yang saleh. Hal ini sebagaimana termuat dalam riwayat dari jalan Mush’ab bin Sa’d bin Abi Waqqash, dari ayahnya Sa’d bin Abi Waqqash Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa manusia yang berat cobaannya?”
Beliau n bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ
“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian yang semisal mereka, kemudian yang semisal.” (HR. al-Imam al-Hakim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan yang lain)
Terkadang, Allah menimpakan haitu karena kemaksiatan dan dosa sehingga musibah itu menjadi hukuman yang disegerakan. Haini sebagaimana firman Allah :
“(Dan) apa saja musibah yang menimpamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu).” (asy-Syura: 30)
Keumuman manusia menyepelekan dan tidak menunaikan kewajiban. Jadi, musibah apa pun yang menimpa adalah karena dosa dan sikap mereka menyepelekan perintah Allah.
Sebab itu, apabila seorang hamba yang saleh diuji dengan sakit atau semisalnya, hal ini sejenis dengan ujian yang diberikan kepada para nabi dan rasul. Tujuannya adalah meninggikan derajat, membesarkan pahala, dan agar menjadi teladan bagi yang lain dalam kesabaran dan keikhlasan.
Kesimpulannya:
1. Terkadang cobaan itu untuk meninggikan derajat dan memperbesar pahala.
Hal ini sebagaimana yang telah Allah perbuat terhadap para nabi dan sebagian orang pilihan (musibah sebagai cobaan).
2. Cobaan tersebut kadang bermaksud untuk menghapuskan dosa-dosa (musibah sebagai kaffarah), sebagaimana firman Allah :
“Barang siapa yang mengerjakan keburukan niscaya akan diberi balasan akibat keburukan itu.” (an-Nisa’: 123)
Demikian juga sabda Nabi:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tiadalah seorang muslim yang ditimpa musibah dalam bentuk kelelahan, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan kecemasan, melainkan Allah menghapuskan segala kesalahan dan dosanya dengan musibah itu, hingga duri yang menusuknya juga sebagai penghapus dosa.” (HR. al-Bukhari, no. 5318)
Demikian pula sabda beliau:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرا يُصِبْ مِنْهُ
“Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan, Allah menimpakan musibah kepadanya.”(HR. al-Bukhari, no. 5321)
3. Terkadang, azab itu disegerakan karena kemaksiatan dan tidak segeranya bertaubat (musibah sebagai hukuman/kemurkaan).
Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, disegerakanlah hukuman baginya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan pada hamba-Nya, Allah akan menahan dia lantaran dosa-dosanya hingga (dibalas) secara sempurna kelak pada hari kiamat.” (HR. at-Tirmidzi, no. 2396)
Apakah musibah itu sebagai ujian untuk meninggikan derajat hamba? Ataukah musibah sebagai siksa (azab)? Atau hukuman yang disegerakan di dunia? Ketiga kemungkinan itu bisa ada. Sehingga dengan mengetahui hikmah musibah tersebut seharusnya membuat kita giat dan berusaha keras untuk bersabar serta meraih pahala lewat ujian.
(al-‘AdzabuAdna, karya Muhammad bin ‘Abdillah as-Suhaim).
Wallahu a’lam
Ingin mengirim pertanyaan seputar Agama? Silahkan posting di Profil Facebook Tanya Ustadz
0 comments: